Latar Belakang
Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah merupakan bentuk penjabaran dari amanat Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Hal ini secara jelas dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional seperti tersebut di atas perlu wahana dan proses yang memungkinkan peserta didik memiliki iman, takwa, dan akhlak mulia. Wahana pembentukan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia perlu dilakukan melalui pendidikan agama Islam di sekolah. Proses ini berlangsung secara terus menerus dari mulai pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.
Sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan nasional, pemerintah melalui peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar isi, menyatakan bahwa pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan : Pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanannya dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Kedua, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin ibadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan, secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Secara formal, peraturan perundang-undangan yang ada sudah memadai untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia, namun dalam pelaksanaannya masih menuai kritik dari masyarakat yaitu bahwa pendidikan agama Islam di sekolah selama ini dinilai hanya membekali peserta didik ilmu pengetahuan agama saja (kognitif) kurang memberikan penekanan pada aspek pengamalan (afektif dan psikomototik). Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia bukanlah tugas yang ringan dan sederhana. Karena itu merupakan tugas bersama antara pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah melalui pembelajaran di kelas dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggunya tidaklah cukup untuk membekali siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain yang dilakukan secara terus menerus dan tersistem. Sehingga pengamalan nilai-nilai pendidikan agama menjadi budaya dalam komunitas sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian tujuan pendidikan agama Islam seperti yang diamanahkan oleh pemerintah dapat dicapai dengan baik. Selain itu, tidaklah adil apabila pendidikan agam Islam hanya menjadi tugas dan tanggung jawab guru pendidikan agama Islam saja, tanpa didukung oleh pihak-pihak yang terkait di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah merupakan tanggung jawab bersama yakni kepala sekolah, guru agama Islam, guru mata pelajaran umum, karyawan, komite sekolah, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait. Dengan alasan-alasan seperti tersebut di atas, maka pengembangan dan pengamalan budaya agama Islam dalam komunitas sekolah sangat penting untuk diimplementasikan.
Religious culture dalam konteks ini berarti pembudayaan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran di sekolah, agar menjadi bagian yang menyatu dalam perilaku siswa sehari-hari dalam lingkungan sekolah atau masyarakat. Bentuk kegiatan pengamalan budaya agama Islam di sekolah, di antaranya adalah; membiasakan salam, membiasakan berdoa, membaca al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai,membiasakan shalat dhuha, shalat dhuhur berjamaah, dzikir setelah shalat, menyelenggarakan PHBI,acara halal bi halal, dan sebagainya.
Sasaran pengamalan budaya agama Islam (religious culture) adalah siswa dan seluruh komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah. Dalam pelaksanaannya program pengamalan budaya agama Islam di sekolah di bawah tanggung jawab kepala sekolah yang secara teknis dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru pendidikan agama Islam. Sedangkan pelaksanaannya adalah semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa).
Pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan dan komitmen dari segenap pihak, di antaranya adalah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama atau Pemerintah Daerah, kebijakan kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, komite sekolah, dukungan siswa (OSIS), lembaga dan ormas keagaman serta partisipasi masyarakat luas. Jika semua elemen ini dapat bersama-sama mendukung dan terlibat dalam pelaksanaan pengamalan budaya agama di sekolah maka bukan suatu yang mustahil hal ini akan terwujud dan sukses.
Sebagai upaya sistematis menjalankan pengamalan budaya agama Islam di sekolah perlu dilengkapi dengan sarana pendukung bagi pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah, di antaranya; musholla atau masjid, sarana pendukung ibadah (seperti: tempat wudhu, kamar mandi, mukena, mimbar, dsb), alat peraga praktek ibadah, perpustakaan yang memadai, aula atau ruang pertemuan, ruang kelas belajar yang nyaman dan memadai, alat dan peralatan seni Islam, ruang multimedia, lab komputer, internet serta laboratorium PAI.
Perlu dijelaskan dalam latar belakang ini bahwa kegiatan pembiasaan keagamaan islam yang sudah diprogramkan di SMP Negeri 1 Tana Lili meliputi; Kegiatan harian, kegiatan mingguan, kegiatan bulanan, dan kegiatan tahunan.
Dari banyaknya budaya agama di SMP 1 Tana Lili ini, nampak sekali bahwa lingkungan sekolah tersebut benar-benar ingin mengembangkan budaya religius pada diri masing-masing steakholders. Karena itu keseriusan dalam menangani budaya-budaya religious yang dimaksud sangat diperlukan. Oleh karena itu bagaimana agar budaya yang sudah ada tersebut bisa berjalan dengan baik dan efektif dijalankan perlu penanganan yang serius pula, maka perlu dirumuskan beberapa tindakan untuk menjawab permasalahan tersebut.
A. Tujuan kegiatan
Maksud dan tujuan kegiatan keagamaan adalah sebagai berikut :
Meningkatkan Intensitas Dakwah islamiyah kepada siswa dalam rangka membangun siswa sebagai generasi muda yang reigius, sebagai implementasi islam adalah rahmatanlilalamin.
Membangun kesadaran siswa bahwa kegiatan keagamaan akan memotivasi sikap beragama yang baik dan kontinyu.
Membangun pribadi siswa yang terbiasa dalam melaksanakan ibadah.
Menciptakan generasi dengan tingkat kecerdasan spiritual (SQ) yang baik, sehingga akan melahirkan generasi yang menjunjung tinggi etika, moral dan nilai-nilai religious
Jenis kegiatan pembiasaan kegaman islam
- Progrma Mingguan dan Harian
Membiasakan 5 S
Membiasakan berjabat tangan
Berdoa Sebelum dan Sesudah Belajar
Sholat Zuhur Berjama’ah
Sholat Duha
Tadarus Al-Qur’an
Pembacaan Asma Al-Husna
Sholat Tahiyatul Masjid
Sholat Jum’at
Infaq Jum’at
Siraman Rohani
- Program bulanan
- zikir dan doa bersama
- praktik ibadah
3. Program Tahunan
- Peringatan maulid nabi
- Pesantren kilat